Minggu, 30 Mei 2010

Artikel Tentang Hakim

HAKIM
1. Syarat-syarat, Tugas dan Wewenang Hakim
Mengenai syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat diangkat untuk menjadi hakim di lingkungan Peradilan Agama adalah sebagaimana diatur dalam UU. No. 7 Tahun 1989 jo UU. No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu: 1) Warga Negara Indonesia, 2) Beragama Islam, 3) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 4) Setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 5) Sarjana Syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai Hukum Islam, 6) Sehat jasmani dan rohani, 7) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela, 8) Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia, 9) Pegawai Negeri yang berasal dari calon hakim, dan 10) Berumur paling rendah 25 tahun.
Mengenai tugas dan wewenang hakim telah diatur pada undang-undang no. 14 tahun 1970 yaitu sebagai kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945 demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia yang memegang kekuasaan vonis dalam menetapkan keputusan yang berkekuatan hukum yang dapat dijalankan sebagai eksekusi pada Peradilan Umum, Agama, Tata Usaha Negara, dan Militer pada tingkat Mahkamah Agung dan pengadilan yang berada di bawahnya.
Hakim sebagai penegak hukum juga bertugas dan berwewenang untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat-ringannya suatu perkara hakim juga wajib bertugas untuk memperhatikan sifat-sifat yang baik dan jahat dari tertuduh.

2. Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim
Menurut pasal 15 ayat (1) UU no. 7 tahun 1989 yang berwenang mengangkat hakim baik di lingkungan Peradilan Umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara ialah Presiden selaku Kepala Negara. Pengangkatan oleh Presiden dalam kualitas kedudukan selaku Kepala Negara atas usulan Menteri Agama dan berdasar persetujuan Mahkamah Agung.
Dari prosedur ini instansi yang berwenang mengangkat hakim, terlibat tiga unsur aparat negara. Hal ini memperlihatkan betapa terhormatnya kedudukan hakim. Sudah selayaknya para hakim menjunjung tinggi kehormatan dan kepercayaan tersebut.
Dalam hal pemberhentian hakim sama dengan pengangkatan hakim yag dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Menteri Agama berdasar persetujuan Mahkamah Agung. Dalam pemberhentian hakim ada dua jenis pemberhentian, yaitu:
1. Pemberhentian Dengan Hormat dengan alasan: 1) Permintaan sendiri, 2) Sakit jasmani atau rohani terus-menerus, 3) Telah berumur 60 tahun bagi hakim Pengadilan tingkat pertama dan berumur 63 tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi dan Hakim Agung, 4) serta ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas.
2. Pemberhentian Dengan Tidak Hormat dengan alasan: 1) Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, 2) Melakukan perbuatan tercela, 3) Terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya, 4) Melanggar sumpah jabatan, 5) serta melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana yang ditentukan pada pasal 17 UU no. 7 tahun 1989.